Sunday, Aug 3, 2025

Mengenal Kita Lebih Dalam dari Diri Kita Sendiri

Di tengah malam yang sunyi, saya pernah duduk di depan layar komputer dan bertanya kepada diri sendiri: “Apakah saya masih punya ruang privat di dunia yang terus merekam, memetakan, dan memprediksi hidup saya?”

Pertanyaan itu yang kemudian menuntun saya untuk menulis AI, Privacy, and the Future. Sebuah perjalanan intelektual yang dimulai bukan dari ketakutan, melainkan dari rasa ingin tahu. Tentang bagaimana kecerdasan buatan, yang dulunya hanya hidup dalam film fiksi ilmiah, kini telah menyentuh aspek paling intim dalam hidup kita—privasi.

Buku ini lahir bukan untuk menakut-nakuti, apalagi mempersulit. Ia adalah refleksi atas kenyataan bahwa kita hidup di era ketika setiap klik, setiap gesekan layar, setiap “iya” pada syarat & ketentuan, sesungguhnya adalah bagian dari transaksi besar: kita menukar kenyamanan dengan sebagian dari privasi kita.

Sebagaimana saya tulis dalam pengantar: “Data pribadi telah menjadi komoditas yang sangat berharga. Kita kini hidup dalam era di mana data adalah mata uang baru.”

Kita merasa aman karena tidak menyadari. Kita merasa nyaman karena segalanya serba cepat. Tapi seperti yang diingatkan Shoshana Zuboff dalam The Age of Surveillance Capitalism, ketika data menjadi komoditas, manusia pelan-pelan kehilangan kedaulatannya.

Saya mencoba membawa pembaca untuk memahami kecerdasan buatan bukan hanya dari aspek teknisnya, tetapi dari konsekuensi sosial, etis, dan politisnya. AI bukan alat netral. Ia adalah sistem yang dibentuk oleh nilai-nilai, kepentingan, dan—kadang-kadang—bias manusia itu sendiri.

Bayangkan ketika data riwayat kesehatan Anda diproses oleh AI untuk memprediksi kemungkinan penyakit. Hebat, bukan? Tapi bagaimana jika data itu bocor? Bagaimana jika digunakan oleh perusahaan asuransi untuk menolak klaim Anda karena ‘gaya hidup digital’ Anda dianggap berisiko? Ini bukan imajinasi. Ini sedang terjadi.

Salah satu kutipan favorit saya dalam buku ini datang dari Carissa Véliz yang mengatakan, “Privacy is power.” Saya percaya itu. Privasi bukan sekadar hak, tapi alat pertahanan terakhir dari otonomi kita sebagai manusia. Ketika privasi runtuh, maka pilihan-pilihan kita pun tak lagi sepenuhnya milik kita.

Dalam buku ini, saya juga membedah bagaimana algoritma bekerja—dari supervised learning hingga deep learning—dan bagaimana bias dalam data bisa memperparah ketimpangan sosial. Anda mungkin menyangka AI objektif. Tapi jika data yang dimasukkan penuh bias, maka hasilnya pun akan mereplikasi bias itu, hanya saja dengan kecepatan dan skala yang lebih besar.

Saya tidak berhenti di situ. Saya membawa pembaca menelusuri bagaimana AI digunakan dalam pengambilan keputusan otomatis: siapa mendapat pinjaman, siapa dianggap ‘berisiko’, bahkan siapa yang diprioritaskan dalam sistem layanan publik.

Dalam bab tentang pengawasan, saya mengangkat fenomena di Tiongkok: sistem pengenalan wajah yang terintegrasi dengan social credit scoring, di mana perilaku digital seseorang dapat menentukan nasib sosialnya. Dalam masyarakat seperti itu, “menyimpang” bukan lagi tindakan kriminal, melainkan keputusan yang menurunkan skor Anda sebagai warga.

Saya percaya kita tidak bisa terus berkata “teknologi tak bisa dihentikan.” Yang harus kita lakukan adalah mengarahkan. Memandu. Menyusun etika dan regulasi agar AI menjadi pelayan manusia, bukan sebaliknya.

Karena itu, buku ini juga berbicara tentang perlindungan hukum. Saya kupas Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi di Indonesia, dibandingkan dengan GDPR di Eropa. Saya ingin pembaca tidak hanya tahu hak-haknya, tetapi juga menyadari betapa pentingnya memperjuangkan implementasi yang adil dan kuat.

Buku ini saya akhiri dengan seruan sederhana: kesadaran. Kesadaran bahwa AI adalah bagian dari hidup kita kini. Tapi ia tak boleh menjadi pengganti kendali kita atas hidup itu sendiri.

Ketika saya menulis kalimat terakhir buku ini, saya tidak sedang menawarkan solusi ajaib. Saya hanya ingin menjadi teman berpikir, seseorang yang membantu Anda menyadari bahwa di balik layar ponsel Anda, ada sistem besar yang bekerja tanpa henti—belajar dari Anda, mengenali Anda, dan suatu saat, mungkin, memutuskan sesuatu atas nama Anda.

Pertanyaannya: apakah Anda sudah siap untuk itu?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *