Monday, Aug 4, 2025

Sejarah Indonesia adalah Sejarah Para Guru

Setiap bangsa besar lahir dari didikan tangan-tangan hebat para guru. Di Indonesia, sejarah perjuangan dan kemerdekaan kita tidak bisa dilepaskan dari peran guru. Mereka tidak hanya berdiri di depan kelas dengan kapur di tangan, tetapi juga di garis depan perlawanan, menanamkan semangat perjuangan, dan membangun kesadaran akan pentingnya pendidikan sebagai jalan menuju kebebasan.

Guru-guru Indonesia telah mengalami perjalanan sejarah perjuangan yang panjang, sebelum maupun setelah kemerdekaan. Sebelum kemerdekaan, para guru berkaitan erat dengan dibentuknya organisasi Persatoean Goeroe hindia belanda (PGHB) pada tahun 1912.

Ki Hajar Dewantara adalah salah satu simbol utama peran ini. Dengan mendirikan Taman Siswa pada tahun 1922, ia membawa ide revolusioner: pendidikan adalah hak semua orang, bukan hanya kaum priyayi atau elit. Ia percaya bahwa melalui pendidikan, kesadaran kolektif rakyat akan bangkit, menciptakan generasi yang sadar akan hak-hak mereka sebagai bangsa. Filosofinya, “Ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani,” bukan hanya kata-kata mutiara, tetapi panduan hidup bagi para guru yang ingin membangun bangsa.

Guru juga menjadi tokoh penting dalam organisasi-organisasi pergerakan nasional. Di awal abad ke-20, mereka mengambil peran aktif di organisasi seperti Budi Utomo, Sarekat Islam, dan Muhammadiyah. Di Budi Utomo, misalnya, pendidikan menjadi salah satu fokus utama perjuangan untuk membangkitkan kesadaran nasionalisme melalui ilmu pengetahuan. Sarekat Islam memanfaatkan guru sebagai penyebar nilai-nilai keadilan sosial dan pemberdayaan ekonomi bagi rakyat kecil. Sementara itu, Muhammadiyah, sejak awal pendiriannya, telah menjadikan pendidikan sebagai inti gerakannya, mendirikan sekolah-sekolah untuk membangun generasi yang cerdas dan beriman.

Pada masa kolonial, banyak guru pribumi yang mengambil risiko besar dengan menyebarkan pendidikan di sekolah rakyat. Di tengah diskriminasi sistem pendidikan yang hanya memihak kaum elite, guru-guru ini menjadi jembatan pengetahuan bagi anak-anak pribumi, menciptakan generasi yang siap berjuang untuk kemerdekaan. Mereka menyelundupkan nilai-nilai perjuangan melalui pelajaran membaca dan menulis, menjadikan kelas sebagai ruang perlawanan yang sunyi namun penuh daya.

Pasca kemerdekaan, peran guru semakin penting. Di tengah semangat membangun negara baru, mereka adalah pilar utama yang memastikan pendidikan merata di seluruh pelosok negeri. Mereka tidak hanya mendidik, tetapi juga menyatukan bangsa yang baru saja terbebas dari belenggu kolonialisme. Pendidikan menjadi alat untuk menciptakan generasi yang percaya pada Pancasila, cinta tanah air, dan memiliki semangat untuk membangun Indonesia yang mandiri.

Sejarah guru di Indonesia bukan hanya tentang mendidik anak-anak di kelas. Ini adalah sejarah tentang bagaimana mereka menjadi agen perubahan sosial, memimpin perlawanan, dan menginspirasi generasi baru untuk bermimpi lebih besar. Sejarah Indonesia adalah sejarah para guru—dan perjuangan mereka terus berlangsung hingga hari ini.

Guru Mengubah Dunia

Sementara di Indonesia sejarah pendidikan diwarnai dengan perjuangan guru dalam membangkitkan kesadaran bangsa, di India kisah inspiratif muncul dari seorang guru bernama Byju Raveendran. Ia tidak hanya mengajar di kelas, tetapi menciptakan sebuah revolusi pendidikan yang mengubah cara jutaan anak belajar melalui teknologi. Byju, sebagaimana ia dikenal, adalah bukti nyata bahwa seorang guru dapat menjadi agen transformasi global.

Byju Raveendran memulai kariernya dengan cara sederhana: memberikan bimbingan belajar matematika kepada teman-temannya. Ia memiliki bakat luar biasa dalam menjelaskan konsep-konsep yang rumit dengan cara yang sederhana. Semakin lama, kelasnya semakin penuh hingga ia memutuskan untuk membuka sesi pembelajaran masal di stadion-stadion besar di India. Bagi Byju, pendidikan adalah seni menyederhanakan kompleksitas, sebuah pendekatan yang kemudian menjadi fondasi kesuksesannya.

Pada tahun 2011, ia mendirikan Byju’s, platform pembelajaran daring yang kini menjadi salah satu edtech terbesar di dunia. Byju’s menggabungkan teknologi modern dengan pendidikan berbasis personalisasi, menawarkan pelajaran yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan unik setiap siswa. Aplikasi ini menyediakan video interaktif, kuis adaptif, dan analisis performa siswa, menjadikan pembelajaran tidak hanya informatif tetapi juga menyenangkan.

Pendekatan ini sukses besar di India, negara dengan populasi pelajar terbesar di dunia. Byju’s berhasil menjawab tantangan yang selama ini menjadi momok pendidikan di negara berkembang: akses. Dengan aplikasi ini, siswa di pedesaan terpencil kini memiliki kesempatan yang sama untuk belajar dari materi berkualitas tinggi seperti siswa di kota besar.

Keberhasilan Byju Raveendran tidak hanya terletak pada inovasinya dalam teknologi, tetapi juga pada visinya tentang pendidikan yang relevan dengan kehidupan nyata. “Anak-anak perlu diajarkan cara berpikir, bukan apa yang harus dipikirkan,” katanya. Filosofi ini mencerminkan perubahan paradigma pendidikan, dari menghafal informasi menuju pembelajaran berbasis pemahaman dan keterampilan.

Momentum HGN

Indonesia saat ini menghadapi tantangan pendidikan yang kompleks. Data dari Kemendikdasmen menunjukkan bahwa masih ada kesenjangan signifikan dalam akses pendidikan di daerah perkotaan dan pedesaan. Banyak guru di pelosok belum memiliki akses yang memadai terhadap teknologi maupun pelatihan.

Guru di Indonesia juga dihadapkan pada tantangan kurikulum yang terus berkembang, terutama setelah penerapan Kurikulum Merdeka. Banyak masukan telah disampaikan berbagai kalangan dan menunggu untuk segera diputuskan. Sementara itu, digitalisasi pendidikan di masa pandemi telah mempercepat kebutuhan guru untuk menguasai teknologi dalam pembelajaran. Namun, tidak semua guru memiliki fasilitas maupun keterampilan yang diperlukan untuk adaptasi ini.

Dalam konteks inilah, pernyataan Mendikdasmen Abdul Mu’ti penting adanya, di beberapa kesempatan pria kelahiran Kudus 56 tahun silam ini mengatakan, “Guru adalah pilar pendidikan dan tonggak peradaban bangsa. Kesejahteraan mereka bukan hanya soal finansial, tetapi juga pengakuan atas kontribusi besar mereka dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.” Pernyataan ini menggambarkan bahwa kesejahteraan guru harus berjalan seiring dengan peningkatan keterampilan mereka.

Program pemerintah seperti pengangkatan guru honorer menjadi ASN, peningkatan tunjangan profesi guru, dan pelatihan berbasis teknologi menunjukkan upaya nyata untuk menjawab tantangan ini. Namun, implementasinya di lapangan masih perlu diperbaiki. Kesejahteraan tidak hanya tentang gaji, tetapi juga mencakup lingkungan kerja yang mendukung, akses pelatihan berkelanjutan, dan pengakuan sosial yang lebih baik.

Hari Guru Nasional tahun ini, dengan tema “Guru Hebat, Indonesia Kuat”, mengingatkan kita bahwa guru adalah kunci menciptakan generasi yang unggul. Guru yang hebat adalah mereka yang mampu mendidik dengan cinta, inovasi, dan semangat tak kenal lelah.

Momentum ini harus menjadi langkah awal untuk memastikan bahwa setiap guru di Indonesia, dari Sabang sampai Merauke, mendapatkan dukungan yang mereka butuhkan. Ini bukan hanya soal menghormati mereka, tetapi juga memastikan bahwa mereka memiliki sarana untuk menciptakan pendidikan yang berkualitas.

Sebagaimana guru di masa lalu membangkitkan bangsa dari keterbelakangan, guru hari ini memiliki peran yang sama pentingnya untuk memastikan Indonesia siap menghadapi dunia global. Guru hebat tidak lahir begitu saja. Mereka membutuhkan dukungan, penghargaan, dan kebijakan yang berpihak pada kemajuan mereka. Karena dari guru yang hebat, lahir generasi yang kuat. Dan dari generasi yang kuat, tercipta Indonesia yang hebat.

Diterbitkan Republika pada Senin 25 November 2024

https://analisis.republika.co.id/berita/snhgd4451/sejarah-indonesia-adalah-sejarah-para-guru-part3

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *